Jumat, 17 Juni 2016

UPAYA PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA DALAM


A.  LATAR BELAKANG
Pada zaman modern ini, bangsa Indonesia mengalami degradasi moral yang sangat signifikan. Masalahnya sekarang,  Dimanakah letak filsafat Negara kita,  Dimanakah letak dasar Negara kita,  Kemanakah Pancasila saat ini. 
Fenomena dalam kehidupan sehari-hari tidak lagi menempatkan Pancasila sebagai Ideologi, Dasar Negara  dan Pandangan hidup bangsa. Hal ini terbukti dengan peristiwa-peristiwa yang marak terjadi saat ini, seperti :
1.    Banyaknya pejabat-pejabat kita yang melakukan tindak korupsi yang disanksi dengan tidak tegas dan tidak jelas. Sementara itu, rakyat jelata(orang miskin) yang mencuri buah semangka hanya untuk mengisi perut yang lapar dijatuhi hukum pidana. Di manakah letak keadilan di negeri tercinta ini?
2.    Pejabat-pejabat kita dengan bangganya menggunakan mobil mewah, hidup serba konsumerisme sementara di balik kemewahan itu, masih banyak saudara-saudara kita di kolong jembatan, di samping rel-rel kereta api, tidur hanya beralaskan Koran tanpa memakai selimut bahkan, memakan makanan bekas (sisa) yang tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Di manakah letak empati dan rasa kekeluargaan kita antar sesama manusia?   
3.    Konflik antar suku, antar agama,tawuran antar pelajar sering terdengar di mana-mana,  dan bahkan ada sebagian daerah  yang ingin memerdekakan diri, ingin berpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai wujud kekecewaan terhadap pemerintah. Di manakah letak persatuan dan kesatuan kita, apakah rasa nasionalisme kita kepada NKRI sudah memudar?
Dari fenomena tersebut, maka kita sebagai masyarakat Indonesia harus memperdalam pemahaman kita terhadap Pancasila. Tidak hanya paham tetapi kita juga harus menghayati, mengamalkan dan melestarikan nilai-nilai dari sila Pancasila, supaya keadilan, keamanan, kemakmuran dan kesejahteraan benar-benar terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kita harus sadar dalam melaksanakan Pancasila mulai dari hari ini dan hari-hari yang akan datang. Dengan adanya kesadaran itu dialamilah segala sesuatu sifat dan keadaan daripada hak yang disadari itu yang terdapat pada pribadi sendiri. Untuk menjamin terselenggaranya Pancasila, maka di dalam diri pribadi, kita harus selalu mengoreksi diri sendiri, sehingga kita bisa mengetahui serta terdorong dan taat untuk melaksanakan Pancasila.
                                            
B.  RUMUSAN MASALAH
1.    Apakah yang dimaksud dengan Pancasila?
2.    Bagaimanakah tinjauan historis rumusan Pancasila?
3.    Bagaimanakah bentuk susunan dan pokok pikiran dalam Pancasila?
4.    Apa fungsi pancasila ?
5.    Bagaimanakah konsep penghayatan Pancasila ?
6.    Bagaimanakah konsep pengamalan Pancasila ?
7.    Bagaimana upaya pengamalan pancasila ?
8.    Bagaimana wujud pengamalan pancasila ?
9.    Bagaimana cara melestarikan pancasila ?
                                                    
C.  TUJUAN PENULISAN
1.     Agar kita mengerti pancasila.
2.    Agar kita dapat menghayati dan mengamalkan pancasila.
3.    Agar kita dapat melestarikan pancasila dalam kehidupan sehari-hari.






BAB  II
PEMBAHASAN

A.    Pemahaman Pancasila
1.      Pengertian Pancasila
a.       Secara Etimologis
Secara etimologis “Pancasila” berasal dari      bahasa India, yakni bahasa sansekerta, bahasa kasta Brahmana, sedangkan bahasa rakyat jelata Prakerta (Ismaun,  Dalam: Noor Ms Bakry,  Pancasila Yuridis Kenegaraan.1985:8 ).
Menurut Prof. H. Muhammad Yamin, di dalam bahasa sansekerta perkataan Pancasila ada dua macam arti, yaitu:
1)      Panca : artinya “lima”
2)      Syila  : dengan huruf I biasa (huruf I pendek), artinya”batu-sendi”, “alas” atau “dasar”.
3)      Syiila : dengan huruf  I panjang, artinya “peraturan tingkah laku yang penting/baik/senenoh/”. Dari kata “syiila” ini dalam bahasa Indonesia menjadi” susila”, artinya “tingkah laku yang baik”.
Dengan demikian maka perkatan “Panca-Syiila”(dengan huruf I biasa) berarti “berbatu sendi yang lima”, “berdasar yang lima” atau “lima dasar”. Sedangkan “Panca-Syiila’’(dengan huruf i panjang) berarti “lima aturan tingkah laku yang penting”.   
b.      Secara Historis
Secara historis, istilah “Pancasila” mula-mula dipergunakan oleh masyarakat India yang memeluk agama Budha. Pancasila berarti “lima aturan” atau “Five Moral Principles”  yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa agama Budha, yang dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Pali “Panca-Sila” yang berisi lima larangan atau lima pantangan yang bunyinya menurut encyclopaedia atau kamus-kamus Buddhisme adalah sebagai berikut:
1)      Panatipata veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya : Janganlah mencabut nyawa setiap yang hidup ;     maksudnya dilarang membunuh.
2)      Adinnadana veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah mengambil barang yang tidak diberikan;maksudnya dilarang mencuri.
3)      Kameshu micchacara veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah berhubungan kelamin yang tidak sah dengan perempuan; maksudnya dilarang berzina.
4)      Musawada veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah berkata palsu; maksudnya dilarang berdusta.
5)      Sura-meraya-majja-pamadatthana verami sikkhapadam samadiyami. Artinya : janganlah meminum minuman yang menghilangkan pikiran; maksudnya dilarang minum minuman keras.
          Jadi pertama kali istilah “Pancasila” digunakan untuk memberi nama rumusan lima dasar-dasar moral dalam agama Budha. 
c.   Secara Terminologis
Secara terminologis atau berdasarkan istilahnya yang digunakan di Indonesia, dimulai sejak sidang BPUKI pada tanggal 1 juni 1945. Istilah “Pancasila” dipergunakan oleh Bung Karno untuk memberi nama pada lima dasar atau lima prinsip Negara Indonesia merdeka yang diusulkannya. Sedangkan istilah tersebut, menurut Bung Karno sendiri adalah dibisikkan dari temannya seoarang ahli bahasa.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia Merdeka dan keesokan harinya tanggal 18 Agustus disahkanlah UUD 1945 yang sebelumnya masih merupakan rencana serta dalam Pembukaan-nya memuat rumusan Lima Dasar Negara Republik Indonesia yang diberi nama Pancasila.  
                    
                                                                  
B.     Tinjauan Historis Rumusan Pancasila
Dasar Filsafat Negara Indonesia yang diberi nama Pancasila secara resmi dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, walaupun istilah “Pacasila” tidak disebutkan secara eksplisit dalam Pembukaan tersebut, namun perumusannya sila demi sila secara jelas dicantumkan di dalamnya. Oleh karena itu Pembukaan UUD 1945 disebut sebagai tempat terdapatnya rumusan Pancasila.
Secara historis rumusan-rumusa Pancasila itu dapat diuraikan dalam tiga kelompok:
1.      Rumusan Pancasila dalam sidang-sidang BPUPKI yang merupakan tahap pengusulan sebagi Dasar Filsafat Negara Indonesia.
2.      Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh PPKI sebagai Dasar Filsafat Negara Indonesia.
3.      Beberapa Rumusan Pancasila dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.

C.     Bentuk Susunan Dan Pokok Pikiran Dalam Pancasila
1.      Kesatuan Dan Susunan Dalam Pancasila
Pancasila susunannya adalah majemuk-tunggal, merupakan satu kesatuan yang bersifat organis, yaitu terdiri atas bagian-bagian yang tidak terpisahkan, dalam hal kesatuannya itu masing-masing bagian mempunyai kedudukan dan fungsi tersendiri, yang meskipun berbeda tidak saling bertentangan akan tetapi saling melengkapi, bersatu untuk terwujudnya keseluruhan, dan keseluruhan membina bagian-bagian , maka tidak boleh satu sila pun ditiadakan, merupakan suatu kesatuan keseluruhan.  
2.      Pokok Pikiran Negara Pancasila
Negara sebagai suatu organisasi kemasyarakatan dapat dikemudikan secara terarah dan efisien apabila ada gambaran jelas tentang dasar filsafatnya dalamm Undang-Undang Dasar yang menjadi landasan dan pedoman Negara. Dalam arti mempunyai konsepsi dasar baik tentang ideologi Negara maupun moral Negara yang jelas dan tumbuh dari kehidupan bangsa. Konsepsi dasar itu akan menjadi landasan dan pedoman bagi pembentukan struktur Negara dan pelaksanaan tugas pemerintah dalam arti yang luas maupun yang sempit, bagi partisipasi rakyat, dan bagi kerjasama antara pemerintah sebagai pemimpin dan rakyat sebagai yang di pimpin.

D.    Fungsi Pancasila
1.      Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia
 Pancasila dalam pengertian ini adalah seperti yang dijelaskan dalam teori Von Savigny artinya bahwa setiap Bangsa punya jiwanya masing-masing yang disebut Volkgeist, artinya Jiwa Rakyat atau Jiwa Bangsa. Pancasila sebagai jiwa Bangsa lahir bersamaan dengan adanya Bangsa Indonesia yaitu pada jaman Sriwijaya dan Majapahit. Hal ini diperkuat oleh Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo dalam tulisann beliau dalam Pancasila. Beliau mengatakan antara lain bahwa tanggal 1 Juni 1945 adalah Hari Lahir istilah Pancasila. Sedangkan Pancasila itu sendiri telah ada sejak adanya Bangsa Indonesia.
2.      Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Pancasila sebagai kepribadian bangsa diwujudkan dalam sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan sikap mental. Sikap mental dan tingkah laku mempunyai ciri khas, artinya dapat dibedakan dengan Bangsa lain. ciri khas inilah yang dimaksud dengan kepribadian.
3.      Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
 Artinya Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari dan juga merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisah antara satu dengan yang lain.
4.      Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia atau Dasar Falsafah Negara atau Philosofis Granslog
Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan Negara, atau pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara yang sesuai dengan bunyi pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
5.      Pancasila sebagai sumber dari segala sumber Hukum atau sumber tertib hukum bagi Negara Republik Indonesia
Sumber tertib hukum Republik Indonesia adalah pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak Bangsa Indonesia. Cita-cita itu meliputi cita-cita mengenai kemerdekaan Individu, kemerdekaan Bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial dan perdamaian Nasional. Cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara. Cita-cita moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan.
6.      Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia
Pada saat bangsa Indonesia mendirikan negara atau Proklamasi 17 Agustus 1945. Bangsa Indonesia belum mempunyai Undang-undang Dasar Negara yang tertulis. 18 Agustus 1945 disahkan pembukaan dan batang tubuh Undang-undang Dasar 1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). PPKI merupakan penjelmaan atau wakil-wakil seluruh rakyat Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur itu untuk membela Pancasila untuk selama-lamanya.
7.      Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan Bangsa Indonesia
Cita-cita luhur Negara Indonesia tegas dimuat dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Karena pembukaan Undang-undang Dasar 1945 merupakan penuangan jiwa proklamasi yaitu jiwa Pancasila, sehingga Pancasila merupakan cita-cita dan tujuan bangsa indonesia. Cita-cita luhur inilah yang akan disapai oleh Bangsa Indonesia.
8.      Pancasila sebagai palsafah hidup yang mempersatukan Bangsa
Pancasila merupakan sarana yang ampuh untuk mempersatukan Bangsa Indonesia. Karena Pancasila adalah palsafah hidup dan kepribadian Bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang oleh Bangsa Indonesia diyakini paling benar, adil, bijaksana dan tepat bagi Bangsa Indonesia untuk mempersatukan Rakyat Indonesia.
E.     Pendoman Penghayatan Pancasila
Pancasila yang digali dari bumi Indonesia sendiri dapat dihayati secara berurutan sebagai tahap-tahap penghayatan Pancasila secara sistematis dan sekaligus dapat menunjukkan bahwa Pancasila adalah filsafat  hidup bangsa Indonesia. Penghayatan Pancasila secara sitematis ini dimulai dari pemikiran tentang jiwa bangsa Indonesia sampai dapat dinyatakan sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia, yakni:
1.      Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia
Bangsa sebagai kumpulan manusia yang mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama sebagai kesatuan, kumpulan jiwa inipun membentuk juga “jiwa bangsa” yang mengandung kesamaan untuk seluruh warganya. Jiwa bangsa bagi bangsa Indonesia adalah Pancasila, yang lahir bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia, bukan hal baru, hanya perumusannya yang baru kemudian. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia  ini merupakan sumber daya bagi kehidupan sehari- hari bangsa Indonesia.   
2.      Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Jiwa bangsa Indonesia mempunyai arti statis (tetap tidak berubah), dan mempunyai arti dinamis (bergerak). Jiwa ini keluar diwujudkan dalam sikap- mental dan tingkah laku serta amal-perbuatan. Sikap-mental, tingkah-laku dan amal perbuatan bangsa Indonesia mempunyai cirri-ciri khas, artinya dapat dibedakan dengan bangsa lain. Cirri-ciri yang merupakan perwujudan dari jiwa bangsa inilah yang dimaksud dengan kepribadian Bangsa Indonesia adalah Pancasila.  
3.      Pancasila sebagi Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Dengan kepribadian bangsa Indonesia yang kuat maka secara langsung kepribadian itu menjelma menjadi pandangan hidup, yakni Pancasila. Ditinjau dari segi materinya Pancasila ini merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa Indonesia untuk mewujudkannya. Dan adanya tekad ini maka pancasila dapat mempersatukan bagnsa Indonesia, memberi petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir maupun batin dalam masyarakat bangsa Indonesia yang beraneka ragam sifatnya. Karena itulah maka dalam melaksanakan pembangunan, bagnsa Indonesia tidak dapat begitu saja mencontoh atau meniru model yang dilakukan oleh bangsa lain tanpa menyesuaikannya dengan pandangan hidup dan kebutuhan –kebutuhan bangsa Indonesia sendiri. Kepribadian bangsa yang menjelma sebagai hidup ini secara langsung dapat juga menentukan tujuan hidup bagi bangsa Indonesia.   
4.      Pancasila sebagai Tujuan Hidup Bangsa Indonesia
Tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan dunia dan kebahagiaan sempurna. Tujuan ini pengertiannya umum dan bersifat abstrak disamping itu juga relatif. Oleh karena itu perlu dijabarkan dan disesuaikan dengan pandangan hidup bangsa sendiri sehingga  tujuan hidup yang ingin dicapai ini bukan hal-hal yang diluar jangkauannya, tetapi betul-betul cerminan dari jiwa dan kepribadian sendiri. Dengan demikian tujuan hidup bangsa Indonesia adalah pancasila. Adapun pancasila sebagi pandangan hidup di sini pengertiaannya adalah kebahagiaan yang hidup selaras, serasi dan seimbang, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan alam semesta, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah, yang sekaligus juga menciptakan tata masyarakat adil dan makmur atas dasar pertimbangan hikmat Tuhan dan kebijaksanaan bangsa Indonesia.       
5.      Pancasila sebagai Pedoman Hidup Bangsa Indonesia
Dengan berdasar pada pandangan hidup Pancasila dan tujuan hidup Pancasila, maka antara pandangan dan tujuan ini ada suatu cara yang ingin dilaksanakan. Untuk menyesuaikan pandangan hidup terhadap tujuan hidup yang sama dan identik yakni Pancasila ini, maka cara pelaksanaannya juga pengamalan daripada Pancasila itu sendiri yang merupakan suatu pedoman  hidup, sehingga dinyatakan pancasila adalah pedoman hidup bangsa Indonesia. Dengan berpedoman pancasila ini berarti juga memlihara nilai-nilai luhur yang menjadi kepribadian bangsa Indonesia yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan meneruskan ke generasi berukutnya dengan menyesuaikan perkembangan masyarakat modern. Oleh karena itu Pancasila dalam kehidupan sehari-hari harus dijabarkan dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengeri oleh seluruh warga bangsa dan rakyat Indonesia.
Dengan lima tahap pengahyatan ini yang semuanya merupakan satu kesatuan tidak dapat dipisahkan-pisahkan dan adanya secara bersamaan, hanya pemikirannya diuraikan secara bertahap. Lima pengahatan di atas ada sejak adanya bangsa Indonesia bukan hal baru, hanya penganlisisannya yang baru menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itulah maka Pancasila disebut sebagai Filsafat hidup bangsa Indonesia, hal ini ditinjau dari segi material atas dasar kehidupan bangsa Indonesia sendiri. Pancasila tidak dapat terlepas dari bangsa Indonesia, demikian juga bangsa Indonesia tidak dapat meninggalkan pancasila.
Selanjutnya pancasila jika diperhatikan dari segi formal mampunayi arti khusus yang diterapkan pada ketatanegaraan Indonesia. Namun demikian kedua tinjauan itu saling memperkuat, sehingga dapat menambah kekuatan daripada Pancasila. Pada saat bangs Indonesia mendirikan Negara (Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945), rakyat Indonesia belum mempunyai Undang-Undang Dasar Negara yang tertulis. Baru pada keesokan harinya pada tanggal 14 Agustus 1945 disahkanlah Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 oleh PPKI yang di dalamnya mengandung lima rumusan yang diberi nama Pancasila sebagi dasar Negara. PPKI ini merupakan wakil-wakil dari seluruh rakyat Indonesia yang mengesahkan pancasila sebagai dasar Negara yang merupakan inti daripada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Dengan pengesahan ini maka Pancasila merupakan perjanjian luhur bangsa dan rakyat Indonesia pada waktu mendirikan Negara.

F.      Pedoman   Pengamalan Pancasila
Seperti yang dinyatakan dalam Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, maka “Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila” itu dinamakan “Ekaprasetia Pancakarsa”.
Istilah “Ekaprasetia Pancakarsa” berasal dari bahasa Sansekerata. Secara harfiah “eka” berarti satu atau tunggal, “prasetia” berarti janji atau tekad, “panca” berarti lima, dan “karsa” berarti kehendak yang kuat. Dengan demikian “Ekaprasetia Pancakarsa” berarti tekad  yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak. Dalam hubungannya dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 maka lima kehendak yang kuat itu adalah kehendak untuk melaksanakan kelima sila Pancasila. Dikatakan tekad yang tunggal karena tekad itu sangat kuat dan tidak tergoyah-goyahkan lagi. Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila. 
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
Artinya:
a.       Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya     terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
c.       Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d.      Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
e.       Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
f.       Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
g.      Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2.      Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
a.       Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b.       Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
c.       Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
d.      Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
e.       Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
f.       Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
g.      Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
h.      Berani membela kebenaran dan keadilan.
i.        Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
j.        Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3.      Persatuan Indonesia
Artinya:
a.       Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b.      Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
c.       Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
d.      Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
e.       Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
f.       Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
g.      Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4.      Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
a.       Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
b.      Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c.       Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d.      Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e.       Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
f.       Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
g.      Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
h.      Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
i.        Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
j.        Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5.       Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Artinya:
a.       Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan    suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
b.      Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
c.       Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d.      Menghormati hak orang lain.
e.       Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
f.       Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
g.      Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
h.      Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
i.        Suka bekerja keras.
j.        Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
k.      Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

G.    Upaya Pengamalan Pancasila
Upaya pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni pengamalan secara objektif dan pengamalan secara subjektif.
1.      Pengamalan secara Objektif          
Pengamalan pancasila secara objektif adalah dengan melaksanakan dan mentaati peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum Negara yang berlandaskan Pancasila. Adanya pengamalan objektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norma hukum Negara. Contoh nyatanya adalah ketaatan warga Negara pada peraturan perundang-undang yang berlaku, seperti taat pada rambu-rambu lalu lintas.
2.      Pengamalan secara subjektif         
Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai pancasila yang berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Adanya pengamalan secara subjektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar pancasila sebagai norma etik bernegara.  Contoh nyata pengamalan subjektif ini adalah ketaatan pada kode etik profesinya. Misalnya, seorang guru taat pada kode etik guru, wartawan taat pada kode etik wartawan, begitupun profesi lainnya.
                      
H.    Wujud Pengamalan Pancasila
Salah satu wujud pengamalan pancasila sebagai ideology tersebut tercermin dalam KetetapanMPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan. Dalam ketetapan tersebut dinyatakan bahwa Indonesia pada masa depan ditetapkan oleh 3 visi, yaitu visi ideal, visi antara, dan visi lima tahunan. Berikut penjelasannya:
1.      Visi ideal adalah cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Alinea II dan IV.
2.      Visi antara adalah visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020. Pada visi antara dikemukakan bahwa visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan Negara.
3.      Visi lima tahunan sebagaimana termaktub dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. Visi lima tahunan tersebut ditetapkan oleh kandidat terpilih untuk menjalankan pemerintahan.

I.       Pelestarian Pancasila
Jika kita bertanya mengenai bagaimana cara  melestarikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, maka kita perlu melaksanakan Pedoman Pengamalan Pancasila, dengan mendarah-dagingkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pancasila. Dengan perkataan lain, dengan petunjuk Pedoman Pedoman Pengamalan Pancasila itu kita masing-masing harus berusaha , agar nilai-nilai, norma-norma, sikap dan tingkah laku yang dijabarkan dari kelima sila Pancasila itu benar-benar menjadi bagian yang utuh dan tidak terpisahkan dari seluruhan cara hidup masyarakat Indonesia.
               Mendarah-dagingkan Pengamalan Pancasila adalah proses pendidikan dalam arti luas, oleh karena itu usaha bangsa Indonesia ke arah ini perlu dilakukan secara sadar, teratur dan berencana, sehingga tingkah-laku bangsa Indonesia bergerak ke arah Penghayatan dan Pengamalan nilai-nilai luhur Pancasila. Karena pelaksanaan Pedoman  Pengamalan Pancasila yang dirasakan sebagi panggilan untuk bersama-bersama merasakan kehidupan yang lebih baik dan lebih bermakna.
               Untuk melaksanakan Pedoman Pengamalan Pancasila perlu usaha yang dilkukan secara berencana dan terarah, berdasarkan suatu pola. Tujuannya adalah agar Pancasila sungguh-sungguh dihayati dan diamalkan oleh segenap warga Negara, baik dalam kehidupan orang seorang maupun dalam kehidupan kemasyarakatan. Berdasarkan pola itu diharapkan lebih terarah usaha-usaha:
1.      Pembinaan manusia Indonesia agar menjadi insan Pancsila;
2.      Pembangunan bangsa untuk mewujudkan masyarakat Pancasila.
     Masalah pembinaan insan Pancisila lebih banyak menyangkut bidang pendidikan. Lewat kegiatan pendidikan diharapkan anak-anak didik menyerap nilai-nilai moral pancasila. Penyerapan nilai-nilai Moral Pancasila diarahkan berjalan secara manusiawi dan alamiah, tidak hanya lewat pemahaman melalui pemikiran, melainkan lewat penghayatan dan pengamalan secara pribadi. Nilai-nilai moral Pancasila tidak untuk sekedar dipahami melainkan untuk dihayati dan diamalkan. 
                     Langkah-langkah dalam Pengamalan Pancasila ini harus disebar-luaskan kepada seluruh lapisan masyarakat dengan menggunakan berbagai jalur dan penciptaan suasana yang menunjang.
                     Jalur-jalur yang digunakan untuk pedoman pengamalan sekaligus pelestarian Pancasila antara lain, sebagai berikut:
1.      Jalur pendidikan
Dalam melaksanakan Pedoman Pengamalan Pancsila peranan pendidikan sangat penting, baik pendidikan formal yakni di sekolah-sekolah, maupun pendidikan non-formal yakni dalam keluarga dan lingkungan masyarakat.
Dalam pendidikan foramal, semua unsur lembaga pendidikan tindak-perbutannya hendaklah mncerminkan nilai-nilai luhur Pancasila. Para Pendidik menjadi contoh tauladan, anak didik hendaklah benar-benar dapat mengahayati dan mengamalkan Pancasila, dan perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum. Di samping pendidikan sekolah penting juga adanya pendidikan keluarga. Peranan keluarga tidak kalah pentingnya dibandingkan pendidikan sekolah, karena pengaruh keluarga jauh mendahului sekolah. Oleh karena itu pengamalan Pancasila harus ditanamkan dan dikembangkan sejak anak-anak masih kecil, sehingga proses pendarah-dagingan nilai-nilai Pancasila berlangsung wajar tanpa paksaan, dan hal ini menuntut suasana rumah tangga yang harmonis sesuai nilai-nilai luhur Pancasila yang dipraktekkan sehari-hari.  
2.      Jalur media massa
Pola pelaksanaan Pedoman Pengamalan Pancasila melalui media massa dapat digolongkan sebagai salah satu aspek jalur pendidikan dalam arti luas, peranan media massa sedemikian pentingnya sehingga perlu mendapat penonjolannya sebagai suatu jalur tersendiri. Dalam hal ini media dakwah memegang peranan penting, baik berupa media tradisional dalam bentuk kesenian maupun modern seperti pers, radio dan televise. Dalam hal menggunakan komunikasi modern ini perlu dijaga agar siaran-siaran yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan pengamalan Pancasila dihindarkan. 
3.      Jalur organisasi sosial politk
Sesuai dengan tekad untuk menjunjung tinggi demokrasi dan menegakkan kehidupan konstitusional, maka kiranya semua anggota maupun kader-kader Partai Polotik dan semacamnya hendaklah berusaha sekuat tenaga ikut serta dalam melaksankan Pedoman Pengamalan Pancasila, dan terutama sekali adalah para Pegawai Republik Indonesia, karena mereka adalah abdi Negara dan abdi masyarakat, sehingga Pancasila itu lesatari di Republik Indonesia ini. 

























BAB III
 PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Pancasila merupakan dasar dan ideologi bangsa dan Negara Indonesia yang harus dibina keluhuran serta kemurniannya supaya rakyat Indonesia bisa hidup aman, damai dan sejahtera. oleh karena itu, pancasila harus:
1.      Dipahami dari berbgai sudut pandang, mulai dari segi pengertiannya, sejarah perumusannya, kesatuan dan susunannya serta pokok pikiran yang terkandung di dalamnya.
2.      Dihayati, yang dimulai dari pemikiran tentang jiwa bangsa Indonesia sampai dapat dinyatakan sebagai pedoman hidup bangsa.
3.      Diamalkan, yang meliputi pengamalan sebagai dasar Negara dan pedoman pengamalan Pancasila.
4.      Dilestarikan dalam kehidupan sehari-hari,sebgai makhluk yang hidup  dalam masyarakat, bangsa dan Negara. Pelestarian Pancasila ditempuh melalui jalur pendidikan, jalur media massa dan jalur orgnisasi sosial dan politik.      

B.     SARAN
Sebagai masyarakat Indonesia, kita harus benar-benar memahami, menghayati, mengamalkan dan melestarikan pancasila dalam berbagai aspek kehidupan.
                        









DAFTAR PUSTAKA


Bakry, Noor Ms. 1985, Pancasila Yuridis Kenegaraan, Leberty, Yogyakarta.
Notonagoro, 1971, Pancasila Secara Ilmiah dan Populer, Bumi Aksara, Jakarta.
Notonagaro , 1975, pancasila secara ilmiah populer, pantjuran tujuh, jakarta
Kaelan, 1983, proses perumusan pancasila dan UUD 1995, liberti, yogyakarta
Dipoyudo kirdi, 1984, pancasila arti pelaksanaannya, CSIS, jakarta.
Darmodiharjo darji, dkk., 1996, penjabaran nilai-nilai pancasila dalam sistem hukum indonesia, rajawali, jakarta.   
http://alawiyahgo.blogspot.com/2013/09/materi-pkn.html
http://alawiyahgo.blogspot.com/2013/09/materi-pkn.html
http://achmadbahri.blogspot.com/2012/11/45-butir-nilai-pedoman-penghayatan-dan.html













Tidak ada komentar:

Posting Komentar