A.
Latar Belakang
Dewasa ini media pendidikan memiliki
peranan penting di dalam proses pembelajaran. Dunia pendidikan menuntut
penggunaan media pendidika dari yang sederhana sampai yang canggih.Dengan kata
lain media itu tidak hanya sekedar sebagai alat bantu, melainkan dipandang
sebagai komponen penting dalam pembelajaran. Selain itu, telah terjadi
pergeseran pola sistem mengajar yaitu dari guru yang mendominasi kelas menjadi
fasilisator dalam proses pembelajaran.
Dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran, guru harus menciptakan kondisi belajar yang aktif dan kreatif.
Kegiatan pembelajaran harus menantang, menyenangkan, mendorong eksplorasi,
member pengalaman sukses, dan mengembangkan kecakapan berfikir siswa (Dikti: 2005).
Pembelajaran yang berkualitas akan
tercapai apabila guru menguasai teknik-teknik penyajian materi menggunakan
media dan metode/pendekatan yang tepat. Media dan metode/pendekatan merupakan pelicin
jalan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan media dan metode/pendekatan
dalam proses pembelajaran yang dipilih guru merupakan salah satu cara
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Dengan demikian, setelah mempelajari
pembahasan tentang media dan metode pembelajaran IPS di SD kali ini kita
diharapkan memiliki kemampuan dalam memilih dan menggunakan media dan metode
atau pendekatan secara tepat dalam proses pembelajaran.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, sebagai
berikut:
1.
Apa pengertian media
pembelajaran?
2.
Apa fungsi media pembelajaran?
3.
Apa saja jenis-jenis media
pembelajaran berdasarkan klasifikasinya?
4.
Apa saja teknik-teknik untuk
memilih media yang tepat dalam pengajaran IPS di SD?
5.
Apa pengertian metode mengajar?
6.
Apa saja kriteria untuk
menentukan metode mengajar?
7.
Apa saja macam-macam metode/pendekatan
pembelajaran IPS di SD?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk memenuhi tugas kelompok
dalam mata kuliah Pengembangan Pembelajaran IPS SD.
2.
Untuk memahami pengertian media
pembelajaran.
3.
Untuk memahami fungsi media
pembelajaran.
4.
Untuk memahami jenis-jenis media
pembelajaran berdasarkan klasifikasinya.
5.
Untuk memahami teknik-teknik
untuk memilih media yang tepat dalam pengajaran IPS di SD.
6.
Untuk memahami pengertian
metode mengajar.
7.
Untuk memahami kriteria
menentukan metode mengajar.
8.
Untuk memahami macam-macam
metode/pendekatan pembelajaran IPS di SD.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Media Pembelajaran IPS di SD
1.
Pengertian Media
Secara harafiah kata “media” berasal
dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak dari “medium” yang
berarti perantara atau alat (sarana) untuk mencapai sesuatu.
Assosistion for Education and
Communication Technology (AECT) mendifinisikan
media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran
informasi.
Oemar Hamalik menyatakan bahwa media
pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih
mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah. (Oemar Hamalik. 1977:23).
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud media adalah alat atau sarana yang digunakan sebagai
perantara (medium) untuk menyampaikan pesan dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses komunikasi yang didalamnya ada
unsur-unsur: sumber pesan (guru), penerima pesan (siswa), dan pesan yaitu
materi pelajaran yang diambil dari kurikulum.
2.
Fungsi Media
Penggunaan media dalam proses
pembelajaran, menurut Basyaruddin Usman dan H. Asnawir (2002; 13-15)
mempunyai nilai-nilai praktis sebagai berikut:
a.
Media dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki
siswa.
b.
Media dapat mengatasi ruang kelas
c.
Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan
lingkungan
d.
Media menghasilkan keseragaman pengamatan
e.
Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis
f.
Media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru
g.
Media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar
h.
Media dapat memberikan pengalaman yang integral dari sesuatu yang konkrit
sampai kepada sesuatu yang abstrak
Dengan konsepsi yang semakin mantap
itu fungsi media dalam kegiatan pembelajaran tidak lagi sekedar sebagai alat
bantu, melainkan sebagai pembawa informasi/pesan pembelajaran yang dibutuhkan
siswa.
Oleh karena itu penggunaan media
dalam pembelajaran harus dipersiapkan secara matang. Sebelum menetapkan jenis
media apa yang akan digunakan dalam proses pembelajarannya, sebaiknya seorang
guru memperhatikan hal-hal penting tentang media pengajaran.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh
guru sebelum menggunakan media pengajaran adalah sebagai berikut:
a.
Penggunaan media pengajaran
hendaknya dipandang sebagai bagian yang manunggal (integrated) dengan
proses atau sistem mengajar.
b.
Media pengajaran hendaknya
dipandang sebagai sumber dari pada data.
c.
Dalam penggunaan media
pengajaran guru hendaknya memahami benar hirarki (sequance) dari pada jenis
alat dan kegunaannya.
d.
Dalam penggunaan media
pengajaran hendaknya diuji kegunaannya, sebelum, selama, dan sesudah
penggunaannya.
e.
Media pengajaran akan sangat
efektif dan efisien penggunaannya apabila diorganisir secara sistematis.
f.
Penggunaan multi media akan
sangat menguntungkan dan akan memperlancar proses dan merangsang semangat
belajar siswa.
3.
Jenis-jenis Media dalam
Pengajaran IPS
Menurut Oemar Hamalik (1985:63) ada
4 klasifkasi media pengajaran antara lain:
a.
Alat-alat visual yang dapat
dilihat, misalnya filmstrip, transparansi, micro projection, gambar, ilustrasi,
chart, grafik, poster, peta, dan globe.
b.
Alat-alat yang bersifat auditif
atau hanya dapat didengar, misalnya transkripsi electris, radio, rekaman pada
tape recorder.
c.
Alat-alat yang dapat dilihat
dan didengar, misalnya, film, televisi, benda-benda tiga dimensi yang biasanya
dipertunjukkan (model, bak pasir, peta elektris, koleksi diorama).
d.
Dramatisasi, bermain peran,
sosiodrama, sandiwara boneka, dan sebagainya.
Disamping itu media pengajaran juga dapat digolongkan atas
kategori-kategori:
a.
Berdasarkan atas penggunaannya, media pengajaran terdiri dari:
1)
Media yang tidak diproyeksikan
(non-projected). Terdiri dari: papan tulis, gambar, peta, globe, foto,
model (mock-up), sketsa, diagram, grafik.
2)
Media yang diproyeksikan (projected).
Terdiri dari: slide, filmstrip, Overhead Proyector (OHP, Micro
Projection).
b.
Berdasarkan atas gerakannya, media pengajaran terdiri dari:
1)
Media yang tidak bergerak (still).
Terdiri dari: filmstrip, OHP, micro projector.
2)
Media yang bergerak (motion).
Terdiri dari: film loop, TV, Vidio tape, dan sebagainya.
c.
Berdasarkan fungsinya:
1)
Visual media, media untuk dilihat seperti, gambar, foto, bagan, skema, grafik,
film, slide.
2)
Audio media, yaitu media untuk didengarkan seperti: radio, piringan hitam, tape
recorder.
3)
Gabungan a dan b: misalnya film
bicara, TV, videotape.
4)
Print media: misalnya barang-barang cetak, buku, surat kabar, majalah, buletin.
5)
Dispay media, seperti: papan tulis, papan buletin, papan flannel.
6)
Pengalaman sebenarnya dan
tiruan, misalnya praktikum, permainan, karyawisata, dramatisasi, simulasi.
4.
Teknik Pemilihan Media dalam
Pengajaran IPS
Seorang guru professional seharusnya
memiliki kemampuan memilih secara cermat dan dapat menggunakan media pengajaran
secara tepat. Ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan oleh guru dalam
memilih media, antara lain:
a.
Media yang dipilih hendaknya
selaras dan menunjang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
b.
Aspek materi, merupakan hal
yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media.
c.
Kondisi siswa, dari segi subyek
belajar, guru harus memperhatikan betul-betul tentang kondisi siswa dalam
memilih media.
d.
Ketersediaan media di sekolah
atau memungkinkan bagi guru untuk mendesain sendiri media yang akan dipergunakan.
e.
Media yang dipilih hendaknya
dapat menjelaskan apa yang akan disampaikan kepada siswa secara tepat.
f.
Biaya yang akan dikeluarkan
dalam pemanfaatan media harus seimbang dengan hasil yang akan dicapai.
B.
Metode Pengajaran IPS
1.
Pengertian Metode Mengajar
Kata metode berasal dari bahasa latin
yaitu “methodo” yang berarti “jalan”. Winarno Surachmad (1976:76),
menyatakan bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat
untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan mengajar diartikan sebagai penciptaan
suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar (T. Raka
Joni. 1980:1).
Dengan demikian metode mengajar
adalah metode yang dipergunakan oleh seorang pengajar untuk membawa anak
didiknya ke tujuan pengajarannya.
2.
Kriteria Menentukan Metode
Pembelajaran
Menurut Cheppy HC (tt;80) ada
tiga kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan metode, antara lain:
a.
Tujuan
Tujuan merupakan landasan utama
untuk menentukan metode sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
b.
Kebutuhan dan minat anak
Kebutuhan individu itu berbeda-beda.
Sebagai guru harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak untuk menentukan rencana
kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu dengan mengenal perbedaan-perbedaan
siswa tersebut, guru akan mudah untuk menentukan metode yang akan digunakan.
c.
Cara Penampilan Guru
Kepribadian guru dapat dilihat
melaluai penampilannya waktu mengajar. Dalam beberapa hal ia telah
mengembangkan cara mengajar yang mengesankan, di lain pihak ia memang pandai
memilih metode yang tepat, sehingga kegiatan pembelajaran menyenangkan. Guru
seperti itulah yang harus tampil di kelas untuk mengajar mata pelajaran IPS.
Guru hendaknya memiliki keterampilan memilih metode, dan memiliki keberanian
untuk mencoba berbagai metode sebagai variasi dalam mengajar.
Peranan guru dalam kegiatan belajar
mengajar akan tampak dalam metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran.
Maka dari itu metode mengajar merupakan hal yang dominan, karena meskipun
materi cukup, alat-alat memenuhi syarat, kalau faktor penggunaan metode kurang tepat,
maka hasil pembelajarannya akan rendah. Menurut Husein Akhmad, dkk (1981;58)
seorang guru IPS dalam memilih metode hendaknya memperhatikan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Pengajar (guru)
Seorang guru dalam memilih metode
hendaknya mempertimbangkan: pengetahuan yang dikuasai, pengalaman mengajar, dan
personalitas yang dimiliki. Personalitas yang cocok dengan siswa akan mendorong
kegiatan belajar, karena terbinanya sarana komunikasi yang efektif.
2)
Siswa
Cara-cara yang dipilih guru
hendaknya memperhitungkan lingkungan siswa dari mana ia berasal, tingkat
intelektual dan latar belakang siswa, pengalaman praktik siswa serta lingkungan
dan budaya siswa.
3)
Tujuan yang akan dicapai
Tujuan yang akan dicapai merupakan
pedoman bagi guru dalam memilih bahan yang akan disajikan dan memikirkan metode
apa yang paling efektif.
4)
Materi/bahan
Materi itu mempunyai karakteristik
yang berbeda-beda, karenanya menuntut cara mengajar yang serasi dengan materi
tersebut. Metode untuk materi yang bersifat abstrak akan berbeda dengan metode
untuk materi yang bersifat konkrit.
5)
Waktu
Masalah waktu harus diperhatikan
dalam memilih metode antara lain: waktu untuk persiapan, waktu yang tersedia
untuk mengajar, waktu yang menunjukkan saat mengajar apakah mengajar pagi hari,
siang hari atau sore hari.
6)
Fasilitas yang tersedia
Fasilitas yang tersedia akan
menentukan seberapa jauh orang dapat leluasa dalam memilih metode pengajaran.
Setelah guru menentukan metode yang tepat bagi suatu materi tertentu, hendaknya
metode tersebut dijadikan sebagai alat untuk menyajikan bahan pelajaran dan
sekaligus sebagai alat bantu siswa untuk mempermudah proses belajar mengajar.
3.
Macam-macam Metode /Pendekatan
Pembelajaran IPS
a.
Contectual Teaching and Learning
(CTL)
Pendekatan Contectual Teaching
and Learning CTL, merupakan konsep belajar yang mengkaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Hal ini akan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Dengan konsep tersebut diharapkan
hasil pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlangsung alamiah dalam bentuk siswa bekerja dan mengalami secara langsung, bukan
hanya sekedar mentransfer pengetahuan guru kepada siswa.
Jadi CTL adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami makna dalam materi
pelajaran yang mereka pelajari, kemudian menghubungkan dengan konteks kehidupan
sehari-hari, yaitu kontek lingkungan pribadi, sosial, dan budayanya. Tugas guru
adalah membantu siswa untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu guru harus
merencanakan kegiatan pembelajaran yang aktif untuk menemukan pengetahuan atau
konsep baru.
1)
Karakteristik Pendekatan
Pembelajaran CTL
a)
Kerja sama.
b)
Menyenangkan.
c)
Pembelajaran terintegerasi.
d)
Menggunakan berbagai sumber.
e)
Siswa (aktif, kreatif, dan
kritis), guru (harus kreatif).
f)
Dinding kelas dan lorong-lorong
penuh dengan hasil karya siswa, misalnya peta, gambar, ceritera, puisi, dan
lain-lain.
g)
Laporan kepada orang tua tidak
hanya berupa rapor, tetapi dapat berupa hasil karya siswa, misalnya
laporan/tugas, karangan.
2)
Unsur-unsur di Dalam CTL
a)
Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan
berpikir CTL bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit. Pengetahuan
bukan seperangkat fakta, konsep, atau akidah yang siap diambil, melainkan
manusia harus mengkontruksi pengetahuan tersebut dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.
Berkaitan dengan hal tersebut maka
siswa harus mengkontruksi sendiri pengetahuanya. Oleh karena iu siswa harus
dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang bermanfat bagi dirinya
sendiri, dan mencetuskan idei-denya.
b)
Menemukan (Inkuiry)
Menemukan merupakan inti dari CTL.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil dari
mengingat seperangkat fakta, konsep, dan kaidah, melainkan hasil dari menemukan
sendiri. Maka guru harus merancang kegiatn pembelajaran yang merujuk pada
kegiatan menemukan apapun materi/pokok bahasannya.
c)
Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam
pembelajaran dengan pendekatan CTL. Bagi siswa, bertanya merupakan hal penting
dalam pembelajaran berbasis inkuiri, yaitu untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan
apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum
diketahui. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai upaya guru untuk
mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
d)
Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar dapat terjadi jika ada
proses komunikasi dua arah atau lebih. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan
masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh temannya dan
sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Apabila
setiap orang mau belajar dari orang lain dan setiap orang mau menjadi sumber
belajar, maka setiap orang akan luas pengetahuan dan pengalamannya.
e)
Pemodelan (Modeling)
Dalam pembelajaran, guru bukan
satu-satunya model, dapat juga model didatangkan dari luar, misalnya tokoh
masyarakat, petugas kesehatan, pemadam kebakaran, polisi lalu lintas. Model
dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara sederhana memadamkan kebakaran,
dan sebagainya.
f)
Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa
yang baru dipelajari, atau berpikir tentang apa yang telah dilakukan di masa
yang lalu. Pengetahuan bermakna diperoleh dari proses pengetahuan yang dimiliki
siswa diperluas melalui kontek pembelajaran, dan kemudian diperluas lagi sedikit
demi sedikit melalui pengalamannya.
Dalam hal ini guru membantu siswa untuk
membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan
pengetahuan yang baru. Pada prinsipnya bagaimana pengetahuan itu mengendap di
benak siswa. Refleksi biasanya dilakukan setelah proses pembelajaran berakhir,
guru menyisakan waktu sejenak untuk memberi kesempatan kepada siswanya melakukan
refleksi.
g)
Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian autentik adalah proses
pengumpulan berbagai data yang dapat memberi gambaran perkembangan belajar
siswa. Perkembangan siswa perlu diketahui karena untuk memastikan apakah siswa
telah mengalami proses pembelajaran dengan benar? Hambatan-hambatan apa yang
dihadapi siswa?
Hal yang dapat digunakan untuk penilaian,
antara lain; laporan, pekerjaan rumah, kuis, karya siswa, presentasi,
demonstrasi, karya tulis, dan hasil tes tulis.
b.
Cooperative Learning
Cooperative Learning, atau sering disebut dengan kooperasi, adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang berisi serangkaian aktivitas yang diorganisasikan,
pembelajaran tersebut difokuskan pada pertukaran informasi terstruktur antar
siswa dalam kelompok yang bersifat sosial dan pembelajar bertanggungjawab atas
tugasnya masing-masing.
Menurut Thomson, dkk. (1995), di dalam
pembelajaran cooperative learning, siswa belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil saling membantu satu sama lain. Kelas dibagi menjadi
beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5 siswa, dengan
kemampuan yang heterogen.
Ada lima prinsip untuk mencapai hasil
maksimal dari pembelajaran dengan model cooperative learning yang harus
dikembangkan, antara lain:
·
Saling ketergantung;
·
Tanggungjawab perseorangan;
·
Tatap muka;
·
Komunikasi antar anggota; dan
·
Evaluasi proses kelompok.
Adapun Teknik-teknik Pembelajaran
Cooperative Learning, sebagai berikut:
a)
Teknik Mencari Pasangan
Teknik ini digunakan untuk memahami suatu
konsep atau informasi tertentu yang harus ditemukan siswa. Keunggulannya adalah
siswa dapat mencari pasangan sambil belajar menggali satu konsep atau tema
dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini dapat diterapkan dalam semua mata
pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak.
b)
Bertukar Pasangan
Teknik ini dapat memberi kesempatan kepada
siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain. Teknik ini juga dapat diterapkan
pada semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Caranya adalah,
guru memberi tugas kepada siswa untuk dikerjakan dengan pasangannya dalam
(kelompok), setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan pasangan lain
untuk berdiskusi untuk mengukuhkan jawaban. Temuan baru yang didapatkan dari
pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
c)
Berpikiran Berpasangan Berempat
Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa
untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan siswa lain. Keunggulannya adalah
optimalisasi partisipasi siswa, karena setiap siswa dapat tampil beberapa kali
untuk dikenali dan menunjukkan partisipasinya kepada siswa lain. Teknik ini
juga dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak
didik. Caranya adalah, guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan
memberikan tugas kepada semua kelompok. Setiap siswa mengerjakan tugas secara
sendiri-sendiri, kemudian bergabung dengan rekan lain dari anggota kelompoknya
untuk berdiskusi. Setelah selesai, kedua pasangan bergabung kembali dengan
kelompoknya. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada
anggota kelompok berempat.
d)
Keliling Kelompok
Teknik ini dapat diterapkan pada semua
mata pelajaran dan semua tingkatan usia anak didik. Dalam kegiatan keliling
kelompok, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk
memberikan kontribusinya dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota
lainnya. Caranya adalah, salah satu siswa dalam masing-masing kelompok memulai
dengan memberikan pandangan dan pemikirannya tentang tugas yang sedang mereka
kerjakan. Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya, demikian
seterusnya, giliran berbicara dapat diatur menurut arah jarum jam atau dari
kiri kekanan atau sebaliknya.
e)
Jigsaw
Teknik ini dapat digunakan untuk kegiatan
pembelajaran membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Guru memperhatikan
skemata atau latar belakang siswa dan membantu mengaktifkan siswa agar
pembelajaran menjadi lebih bermakna. Siswa saling bekerja sama dan saling
membantu, mereka mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Teknik ini dapat diterapkan untuk
semua kelas/tingkatan dan cocok untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA,
IPS, Matematika, dan Agama. Adapun caranya adalah:
·
Guru membagi bahan /materi
menjadi empat bagian.
·
Guru sebelum membagikan tugas
kepada kelompok, hendaknya menanyakan apakah siswa sudah mengenal/ mengetahui
tentang topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk
mengaktifkan skemata siswa dalam menghadapai bahan/materi baru.
·
Siswa dibagi dalam kelompok
berempat.
·
Bagian materi pertama diberikan
kepada siswa pertama, bagian kedua diberikan kepada siswa kedua, dan
seterusnya.
·
Siswa disuruh membaca dan
mengerjakan bagian masing-masing.
c.
Metode Karyawisata
Nursid Sumaatmadja (1980:113), menyatakan bahwa karyawisata adalah suatu kunjungan ke obyek
tertentu di luar lingkungan sekolah, di bawah bimbingan guru IPS, yang
bertujuan untuk mencapai tujuan instruksional tertentu.
Sehubungan dengan hal tersebut
metode karyawisata dapat dilaksanakan dengan mengadakan perjalanan dan
kunjungan yang hanya beberapa jam saja ke tempat atau daerah yang tidak begitu
jauh dari sekolah, asalkan maksudnya memenuhi tujuan instruksional IPS.
Seorang guru dapat menerapkan metode
karyawisata dengan terarah dan sesuai dengan tujuan instruksinalnya, apabila
guru memperhatikan hal-hal seperti tersebut dibawah ini:
Ø Mengetahui hakikat metode karyawisata.
Ø Mengetahui kelebihan dan kelemahan metode karyawisata.
Ø Mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum
pelaksanaannya.
Ø Mempunyai keterampilan memilih pokok-pokok bahasan yang cocok
dikembangkan dengan metode karyawisata.
Selain itu guru juga harus memperhatikan keadaan siswa yang akan
terlibat dalam proses belajar mengajar, bahwa:
µ Siswa memiliki dorongan minat dan perhatian terhadap apa yang sedang
dipelajari (sense of interest ).
µ Siswa memiliki dorongan untuk melihat kenyataan (sense of reality
).
µ Siswa memiliki dorongan untuk menemukan sendiri hal-hal yang menarik
perhatiannya ( sense of discovery ).
Ketiga hakikat naluriah yang ada
pada diri siswa tersebut di atas harus mandapat perhatian guru, untuk
selanjutnya dibina dan dikembangkan pada pengajaran IPS.
1)
Fungsi Metode Karyawisata
a)
Mendekatkan dunia sekolah
dengan kenyataan.
b)
Mempelajari suatu konsep atau
teori dengan kenyataan dan sebaliknya.
c)
Membekali pengalaman riil pada
siswa.
2)
Langkah-langkah Metode
Karyawisata
Untuk mencapai keberhasilan
pelaksanaan metode karyawisata, tahap-tahap pelaksanaannya dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu:
a)
Tahap persiapan
Meliputi persiapan materi atau topik
karyawisata, persiapan teoritis, persiapan perlengkapan, dan aspek-aspek lain
yang menunjang pelaksanaan karyawisata.
b)
Tahap pelaksanaan karyawisata
di lapangan
Jika tahap persiapan telah matang
dan terperinci, maka tahap pelaksanaan akan berjalan lancar. Tahap pelaksanaan
ini secara ketat harus tetap berlandaskan pada perencanaan, misalnya rencana
dan tujuannya.
c)
Tindak lanjutnya pelaksanaan
karyawisata (setelah kembali ke tempat)
Kegiatannya meliputi penyusunan dan
membuat laporan hasil karyawisata. Adapun bentuk laporan sebagai pertanggungan
jawab, bobotnya harus disesuaikan dengan tingkat atau jenjang pendidikan siswa
yang melaksanakan karyawisata.
3)
Kelebihan dan Kelemahan Metode
Karyawisata
v Kelebihan Metode Karyawisata
a)
Siswa dapat mengamati obyek
secara nyata dan bervariasi, seperti peninggalan sejarah, pasar, pantai,
pabrik, kalurahan, kecamatan.
b)
Siswa dapat menjawab dan memecahkan
masalah-masalah dengan cara melihat, mencoba, dan membuktikan secara langsung
suatu obyek yang dipelajari.
c)
Siswa dapat pula mendapatkan
informasi langsung dari nara sumber ataupun dapat penjelasan langsung dari
manajer pabrik.
v Kelemahan Metode Karyawisata
a)
Jika terlalu sering
dilaksanakan akan mengganggu rencana pelajaran.
b)
Perlu pengawasan dan bimbingan
guru.
c)
Jika obyek yang akan dikunjungi
terlalu jauh letaknya, menyulitkan transportasi dan pembiayaan.
d)
Jika pelaksanaan karyawisata
terlalu kaku sifatnya, dapat menurunkan minat siswa terhadap karyawisata,
sehingga tujuannya tidak tercapai.
d.
Metode Role Playing (Bermain
Peran)
1)
Pengertian
Role playing adalah salah satu bentuk permainan pendidikan yang dipakai untuk
menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, nilai, dengan tujuan menghayati
perasaan, sudut pandang dan cara berpikir orang lain (Husein Achmad. 1981:80).
Dengan demikian role playing adalah merupakan suatu teknik atau cara
agar para guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan perasaan.
Dengan metode bermain peran,
diharapkan siswa dapat menghayati dan berperan dalam berbagai figur khayalan
atau figur sesungguhnya dalam berbagai situasi. Metode bermain peran yang
direncanakan dengan baik dapat menanamkan kemampuan bertanggung jawab dalam
bekerja sama dengan orang lain, menghargai pendapat dan kemampuan orang lain
dan belajar mengambil keputusan dalam hubungan kerja kelompok. Metode ini dapat
diterapkan pada pengajaran IPS dengan pokok bahasan tentang hubungan kehidupan
sosial, misalnya: peranan tokoh-tokoh, susunan dan masyarakat feudal.
Melalui metode bermain peran dapat
melibatkan aspek-aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Dengan demikian
diharapkan, minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran IPS yang selalu kaku
dan menjemukan dapat disegarkan kembali.
2)
Tujuan dan Manfaat Role Playing
(menurut Shaftel)
µ Agar menghayati sesuatu kejadian atau hal yang sebenarnya dalam
realita hidup.
µ Agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana
akibatnya.
µ Untuk mempertajam indera dan rasa siswa terhadap sesuatu.
µ Sebagai penyaluran/pelepasan ketegangan dan perasaan-perasaan.
µ Sebagai alat mendiagnosa keadaan kemampuan siswa.
µ Pembentukan konsep secara mandiri.
µ Menggali peranan-peranan dari pada seseorang dalam suatu kehidupan
kejadian/keadaan.
µ Membina siswa dalam kemampuan memecahkan masalah, berfikir kritis,
analisis, berkomunikasi, hidup dalam kelompok dan lain-lain.
µ Melatih anak ke arah mengendalikan dan membaharui perasaannya, cara
berfikirnya, dan perbuatannya.
1)
Langkah-langkah Role Playing
a)
Pemanasan (pengantar serta
pembahasan ceritera dari guru).
b)
Memilih siswa yang akan
berperan.
c)
Menyiapkan penonton yang akan
mengobservasi.
d)
Mengatur panggung/ruang
e)
Permainan.
f)
Diskusi dan evaluasi.
g)
Permainan berikutnya.
h)
Diskusi lebih lanjut.
i)
Generalisasi.
e.
Metode Simulasi
1)
Pengertian
Istilah simulasi berasal dari kata
simulate yang berarti pura-pura, dan simulation yang berarti tiruan atau
perbuatan yang hanya pura-pura. Menurut Soli Abimanyu (1980), bahwa
simulasi adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura saja.
Sebagai metode mengajar, simulasi
dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperoleh pemahaman akan hakikat
dari suatu konsep, prinsip atau sesuatu keterampilan tertentu melalui proses
kegiatan atau latihan dalam situasi tiruan. (B. Suryobroto,1986:63).
2)
Tujuan Simulasi
Menurut Sunaryo (198 :113-114) tujuan simulasi
adalah:
µ Untuk melatih keterampilan tertentu, baik yang bersifat profesional
maupun bagi kehidupan sehari-hari.
µ Untuk memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip.
µ Untuk latihan memecahkan masalah.
3)
Manfaat Metode Simulasi
Menurut Nesbitt, permainan simulasi
yang diselenggarakan dengan baik dapat merangsang timbulnya berbagai
alur-pikiran yang dapat diteruskan dengan pengkajian-pengkajian lebih lanjut.
Sehubungan dengan hal itu, maka keterampilan dan pengetahuan siswa yang dapat
dikembangkan melalui simulasi antara lain:
a)
Belajar tentang persaingan
Persaingan dan ketegangan yang
timbul dalam permainan simulasi disebabkan peserta harus mengatasi sejumlah
rintangan yang sengaja dirancang untuk permainan ini. Hal inilah yang dapat
membangkitkan rasa asyik para pemain
b)
Belajar kerjasama
Pada umumnya permainan pendidikan
dirancang untuk memperoleh manfaat dari kerjasama, tidak ada permainan yang
dibuat untuk menimbulkan persaingan yang kasar.
c)
Belajar emphaty (merasakan
perasaan orang lain)
Taraf di mana permainan berhasil
mendorong kerjasama atau sikap bersahabat tergantung dari seberapa jauh mereka
itu terlibat dalam peranan-peranan tersebut. Semakin pemain mengenal
peranannya, semakin ia peka dan mengerti keberadaan orang lain yang menjalankan
peran seperti itu.
d)
Belajar tentang sistem sosial
Seperti pada butir tiga di atas
hanya ruang lingkupnya lebih luas yaitu sistem sosial atau proses sosial,
seperti menirukan proses legislatif, pemilihan umum.
e)
Belajar konsep
Pengajaran dengan metode simulasi
sangat sesuai untuk pengajaran konsep, karena dapat mengembangkan aspek
kognitif.
f)
Belajar menerima hukuman
Siswa dapat melakukan kesalahan
dalam simulasi, hal ini mungkin disebabkan kurang terampil atau keputusan yang
salah. Namun melakukan kesalahan dalam simulasi adalah sesuatu hal yang wajar,
karena salah satu prinsip utama dalam simulasi kelas adalah belajar dari
kesalahan. Diharapkan banyak keuntungan dari hukuman yang diperoleh melalui
permainan simulasi, apalagi oleh kawan sendiri dari pada hukuman yang diberikan
penguasa sekolah.
g)
Belajar berpikir kritis
Simulasi dapat mengembangkan
kemampuan berpikir kritis pada para pemainnya, karena mereka dapat dilatih mempelajari
berbagai alternatif strategi sendiri, memperkirakan strategi lawan, menganaliis
kebolehan simulasi dan sebagainya.
4)
Prinsip-prinsip Simulasi
Agar simulasi dapat mencapai hasil
yang diinginkan secara maksimal maka hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip
berikut ini:
a)
Simulasi itu dilakukan oleh
sekelompok siswa.
b)
Semua siswa harus terlibat
langsung menurut peran masing-masing.
c)
Penentuan topik dapat dibicarakan
bersama antara guru dengan siswa.
d)
Petunjuk simulasi dapat
disiapkan terlebih dahulu.
e)
Dalam simulasi hendaknya dapat
dicapai tujuan-tujuan yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
f)
Harus diingat bahwa simulasi
itu dimaksudkan untuk latihan keterampilan agar dapat menghadapi kenyataan
dengan baik.
g)
Dalam simulasi harus dapat
digambarkan situasi yang lengkap dan proses yang berturut-turut yang
diperkirakan terjadi dalam situasi yang sesungguhnya.
5)
Langkah-langkah Simulasi
Menurut Ida Badariyah Almatsir, Mulyono
Tjokrodikaryo (tt:22-23), kegiatan simulasi dapat dilakukan dalam empat
tahap yaitu: orientasi, latihan, simulasi (operasi), dan debriefing (diskusi).
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a)
Tahap I: Orientasi
·
Mengemukakan pokok bahasan dan
konsep yang akan disimulasikan.
·
Menjelaskan model dan
permainannya.
b)
Tahap II: Latihan Peserta
·
Menetapkan skenario (aturan,
peranan, prosedur, jenis keputusan yang akan diambil sasaran).
·
Tugas-tugas peran.
·
Latihan singkat.
c)
Tahap III: Pelaksanaan
simulasi
·
Kegiatan permainan dan
pengaturannya.
·
Balikan dan penilaian ( dari
penampilan dan pengaruh keputusan )
·
Penjernihan (klarifikasi)
kesalahan konsep
·
Kelanjutan simulasi
d)
Tahap IV: Debriefing dengan peserta:
Mengandung semua atau beberapa dari
kegiatan-kegiatan berikut ini:
·
Ringkasan peristiwa dan
persepsi
·
Kesulitan dan pemahaman
·
Analisis proses
·
Perbandingan antara kegiatan
simulasi dan dunia nyata
·
Kaitan kegiatan simulasi dan
materi pelajaran
·
Rancangan ulang simulasi
dalam simulasi siswa belajar dari
pengalaman yang disimulasikan, bukan belajar dari ceramah atau pidato dari
guru, maka dalam hal ini guru berperan sebagai:
Ø Informan
Ø Mengawasi atau mewasiti simulasi
Ø Melatih siswa
6)
Kelebihan dan Kelemahan Metode
Simulasi
v Kelebihan Metode Simulasi:
·
Aktivitas simulasi menyenangkan
siswa, sehingga siswa terdorong untuk ikut berpartisipasi.
·
Memungkinkan eksperimen
berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya.
·
Mengurangi hal-hal yang terlalu
abstrak, sebab walaupun mengenai abstraksi tetapi dikerjakan dalam bentuk
aktivitas.
·
Strategi ini menimbulkan respon
yang positip dari siswa yang lamban, kurang cakap dan kurang motivasinya.
·
Simulasi menimbulkan berpikir
kritis siswa, sebab mereka terlibat dalam analisis atau proses kemajuan
simulasi.
v Kelemahan Metode Simulasi:
·
Simulasi menghendaki banyak
imaginasi dari guru dan siswa.
·
Menghendaki pengelompokkan
siswa yang fleksibel, begitu juga ruang kelas atau gedung yang memadai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Media sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar dari yang bersifat
sederhana sampai yang canggih, karena media merupakan alat bantu mengajar.
Media pembelajaran adalah segala alat bantu yang dapat memperlancar keberhasilan
mengajar. Oleh karena itu penggunaan media pembelajaran harus dirancang,
disiapkan, dipilih, dan disusun secara cermat sesuai dengan tujuan
instruksional yang hendak dicapai.
Fungsi media dalam kegiatan belajar
mengajar tidak lagi dipandang sebagai alat bantu yang digunakan apabila perlu
atau sekedar selingan, tetapi sudah dipandang sebagai komponen dari sistem
instruksional. Dengan kata lain bahwa media berfungsi membawa pesan/informasi
atau pesan pembelajaran yang sangat dibutuhkan oleh siswa.
Dalam pembelajaran IPS digunakan
media yang banyak sekali macamnya. Selain itu terdapat pula cara
mengklasifikasikan media pembelajaran atas dasar kategori-kategori tertentu.
Karena banyaknya media pengajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS, maka
seorang guru harus menguasai teknik memilih media. Dalam memilih media
hendaknya memperhatikan faktor-faktor: kemampuan siswa, tujuan penggunaan, isi
media, keanekaragaman media, waktu, tenaga, dan biaya.
Selain itu, untuk menciptakan
kualitas pembelajaran yang berkualitas, guru harus menciptakan kondisi
pembelajaran yang menantang, menyenangkan, mendorong eksplorasi, memberi
pengalaman sukses, dan mengembangkan berpikir siswa.
Pembelajaran berkualitas tidak hanya
terwujud dengan guru tepat dalam memilih media pengajaran, namun pemilihan
metode pengajaran yang tepat juga dapat mewujudkan pembelajaran yang
berkualitas.
Guru dituntut untuk menguasai
berbagai macam metode pembelajaran untuk menciptakan kondisi belajar yang
aktif, kreatif, dan menyenangkan. Efektif tidaknya suatu metode ditentukan oleh
banyak faktor, diantaranya tujuan, bahan, siswa, kemampuan guru, alokasi waktu.
B.
Saran
Dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran, guru yang bertindak sebagai fasilisator di era sekarang ini harus
mampu menguasai dan mampu menggunakan media dan metode pengajaran dengan tepat. Selain
itu guru dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif.
Media
dan metode pengajaran merupakan sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayati, dkk. 2008. Pengembangan Pendidikan IPS SD. Jakarta: Direktorat Jendaral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar